- Back to Home »
- Makalah Aswaja »
- TRADISI HARI RAYA YANG DISUNNAHKAN
Posted by : 'Asyirah Aswaja Sumut
Senin, 13 Juli 2015
Beberapa Tradisi
Hari Raya Yang Disunnahkan
1. Memakai Baju Bagus
Menjelang
hari raya, umat Islam berbondong-bondong pergi ke pasar, membeli baju yang
baru, untuk dipakai di hari raya nanti. Hal ini merupakan pengejawantahan dari
ajaran Islam yang menganjurkan memakai baju-baju yang bagus dalam hari raya. Imam
al-Bukhari menulis satu bab dalam Shahih-nya berjudul bab al-tajammul fi
al-‘idain (berhias diri dalam dua hari raya) dengan menyitir hadits berikut
ini:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ
قَالَ أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ فَأَخَذَهَا
فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللهِ ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالْوُفُودِ فَقَالَ لَهُ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا
خَلَاقَ لَهُ فَلَبِثَ عُمَرُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَلْبَثَ ثُمَّ أَرْسَلَ
إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِجُبَّةِ دِيبَاجٍ فَأَقْبَلَ
بِهَا عُمَرُ فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّكَ قُلْتَ إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا
خَلَاقَ لَهُ وَأَرْسَلْتَ إِلَيَّ بِهَذِهِ الْجُبَّةِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِيعُهَا أَوْ تُصِيبُ بِهَا حَاجَتَكَ.
Abdullah bin Umar berkata:
“Umar
ibnul-Khaththab melihat pakaian dari sutra yang dijual di pasar,
lalu Umar
mengambilnya dan membawanya kepada Rasulullah. Kemudian ia berkata, "Wahai
Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau beli kain ini lalu engkau
kenakan pada hari raya
dan apabila ada utusan datang kepada engkau." Beliau bersabda, "Yang
mengenakan pakaian ini hanyalah orang yang tidak mendapatkan bagian di
akhirat." Lalu Umar terdiam beberapa lama. Kemudian Rasulullah mengirimkan
kepada Umar ibnul Khaththab r.a. sehelai jubah dari sutra. Lalu Umar berkata, "Wahai
Rasulullah, engkau telah bersabda bahwa ini adalah pakaian orang yang tidak
memiliki bagian di akhirat, dan engkau mengirimkan
jubah ini kepadaku?"
Rasulullah bersabda, "Aku memberikan kepadamu untuk kamu
jual atau engkau
pergunakan untuk memenuhi kebutuhanmu."
Hadits
di atas menunjukkan bahwa memakai baju yang bagus merupakan tradisi sejak masa
Rasulullah saw dan berlangsung sampai sekarang. Oleh karena itu, al-Imam Ibnu
Qudamah al-Hanbali berkata dalam al-Mughni:
وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ التَّجَمُّلَ
عِنْدَهُمْ فِيْ هَذِهِ الْمَوَاضِعِ كَانَ مَشْهُوْرًا وَقَالَ مَالِكٌ : سَمِعْتُ
أَهْلَ الْعِلْمِ يَسْتَحِبُّوْنَ الطِّيْبَ وَالزِّيْنَةَ فِيْ كُلِّ عِيْدٍ.
2/228
Hadits di atas menunjukkan bahwa berhias diri pada momen-momen seperti ini telah
populer di kalangan sahabat. Imam Malik berkata: “Aku mendengar ahli ilmu
menganjurkan minyak wangi dan berhias diri dalam setiap hari raya.”
2. Ucapan Selamat Idul
Fitri
Ketika idul fitri dan idul adhha tiba, kita lihat umat Islam saling
mengucapkan selamat hari raya, dan terkadang mengucapkan taqabbalallahu
minna wa minkum, sebagai ungkapan suka cita dengan hari yang mereka
rayakan. Hal ini merupakan tradisi yang berlangsung sejak generasi sahabat Nabi
saw. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath al-Bari:
وَرَوَيْنَا فِي الْمَحَامِلِيَّاتِ
بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ كَانَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيْدِ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ
لِبَعْضٍ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ
Kami meriwayatkan dalam al-Mahamiliyyat dengan sanad yang hasan dari jalur Jubair
bin Nufair, berkata: “Para sahabat Rasulullah saw apabila bertemu pada waktu
hari raya, mereka saling mengucapkan, “Semoga Allah menerima dari kami dan dari
Anda.”
Berkaitan dengan ucapan selamat hari raya, al-Hafizh Ibnu Hajar, telah menulis
sebuah kitab khusus tentang ucapan selamat pada hari raya, berjudul al-Tahni’ah
fi al-A’yad wa Ghairiha. Bahkan al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi, menulis
dalam kitabnya al-Hawi lil-Fatawi, satu risalah khusus tentang ucapan
selamat berjudul Washul al-Amani bi-Ushul al-Tahani.
3. Saling Meminta
Maaf dan Halal Bi-Halal
Setelah hari raya tiba, kita saksikan pula umat Islam di tanah air saling
meminta maaf antara yang satu dengan yang lain. Bahkan tidak sedikit pula yang
melakukan itu dalam bentuk acara halal bi-halal, yang bertujuan saling
memaafkan dosa-dosa dan kesalahan antara sesama yang telah berlalu. Hal ini
dilakukan, karena setelah menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh, dengan
sempurna, Allah SWT telah menjanjikan pengampunan dosa-dosa kita kepada-Nya. Dalam
hal ini, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ. (رواه البخارى ، ومسلم).
“Abu Hurairah berkata:
“Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan
iman dan ketulusan, maka Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah berlalu”.
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits di atas, Rasulullah saw menjanjikan ampunan Allah kepada
orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan karena motivasi keimanan dan niatan
yang tulus. Tentu saja ampunan tersebut khusus dosa-dosa seseorang kepada
Allah. Sedangkan dosa-dosa seseorang kepada sesama, harus meminta maaf kepada
yang bersangkutan. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ
لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ
الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ
عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ
حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Dari Abu Hurairah
berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kesalahan berupa
harga diri atau sesuatu kepada saudaranya, maka hendaknya ia meminta
kehalalannya kepada orang tersebut sekarang ini, sebelum terjadi suatu hari di
mana dinar dan dirham tidak berlaku (hari kiamat). Apabila ia mempunyai amal
shaleh, maka akan dibayarkan kepada saudaranya itu sesuai dengan kesalahannya.
Apabila ia tidak memiliki kebaikan, maka ia akan dibebankan kesalahan-kesalahan
saudaranya itu.” (HR. al-Bukhari).
Hadits ini memberikan kesimpulan, bahwa kesalahan kepada sesama manusia,
harus meminta maaf atas kesalahannya kepada orang tersebut. Oleh karena itu,
kaum Muslimin pada waktu hari raya saling bermaaf-maafan, dengan berkunjung
kepada kerabat dan tetangga, atau saling bermaaf-maafan yang dikemas dalam
acara halal bi-halal, sebuah istilah yang diambil dari redaksi hadits di atas “falyatahallalhu”.
4. Saling Anjang
Sana
Ketika hari raya, kita lihat umat Islam di nusantara saling anjang sana
sesama tetangga dan dengan sanak keluarga yang dekat dan yang jauh. Hal ini
selain sebagai ekspresi shilaturrahmi yang memang dianjurkan dalam agama,
seperti dalam hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله
عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ, وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ,
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ - أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ.
Dati Abu Hurairah berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “"Barangsiapa
ingin dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menghubungkan
tali kekerabatan." (HR. al-Bukhari).
Dalam rangka menghubungkan tali kekerabatan, pada hari raya umat Islam
melakukan anjang sana, saling mengunjungi antar sesama saudara dan kerabat. Anjang
sana ketika hari raya ternyata juga telah berlangsung sejak masa Rasulullah
saw. Al-Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam shahihnya:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَ
عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ
تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ
وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِي وَقَالَ مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ
عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ دَعْهُمَا فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا
Aisyah berkata,
"Rasulullah saw masuk
padaku, dan di sisiku ada dua anak wanita yang menyanyi dengan nyanyian Perang
Bu'ats. Beliau berbaring di atas hamparan dan memalingkan wajah beliau. Abu
Bakar masuk, sedang Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam menutup wajah dengan pakaian beliau, lalu Abu
Bakar menghardik saya dan mengatakan, “Seruling setan di rumah
Rasulullah?” Lalu Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam menghadap Abu Bakar lantas bersabda, “Biarkanlah mereka
wahai Abu Bakar”.
Maka, ketika beliau lupa, saya mengisyaratkan kepada kedua anak wanita itu,
lalu keduanya keluar."
Dalam
hadits di atas, dijelaskan bahwa pada waktu hari raya, Sayyidina Abu Bakar
mengunjungi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam dan putrinya, Sayyidah Aisyah. Hal ini menunjukkan bahwa anjang
sana pada waktu hari raya telah berlangsung sejak masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
5. Aneka Kue dan
Makanan Pada Waktu Hari Raya
Umat
Islam di Nusantara memeriahkan hari raya juga dengan aneka kue dan makanan yang
disuguhkan kepada tamu. Hal ini sebagai pengejawantahan dari ajaran Islam yang
menganjurkan memberi makanan kepada orang lain. Dalam sebuah hadits, Rasulullah
saw bersabda:
عَنْ عَمْرِو
بْنِ عَبَسَةَ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ مَا اْلإِسْلاَمُ، قَالَ: طِيبُ الْكَلاَمِ
وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ. (رواه أحمد).
Amr bin
Abasah berkata: “Aku mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan
bertanya: “Wahai Rasulullah, Apakah Islam itu?” Beliau menjawab: “Islam adalah perkataan yang indah dan menyuguhkan makanan
kepada orang lain.” (HR. Ahmad).
Pada
dasarnya memberi makanan tidak hanya dianjurkan pada waktu hari raya saja.
sebagai ekspresi ajaran Islam yang indah dan damai, memberi makanan kepada
orang lain dianjurkan kapan dan di mana pun kita berada. Akan tetapi, dalam
masa-masa hari raya, suguhan kue dan makanan lebih semarak dari pada di luar
hari raya. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat al-Bukhari dari Aisyah di atas,
yang dikomentari oleh para ulama sebagai berikut ini:
فِيْهِ مَشْرُوْعِيَّةُ
التَّوْسِعَةِ عَلَى الْعِيَالِ فِيْ أَيَّامِ اْلأَعْيَادِ بِأَنْوَاعِ مَا يَحْصُلُ
لَهُمْ بِهِ بَسْطُ النَّفْسِ وَتَرْوِيْحُ الْبَدَنِ مِنْ كُلَفِ الْعِبَادَةِ، فِيْهِ
أَنَّ إِظْهَارَ السُّرُوْرِ فِيْ الأَعْيَادِ مِنْ شَعَائِرِ الدِّيْنِ. (فتح
الباري 2/514، عمدة القاري 6/393).
“Hadits
di atas menganjung hukum disyariatkannya memberikan keluasan kepada keluarga
pada waktu hari raya dengan aneka ragam hal yang mendatangkan kesenangan jiwa
dan penyegaran badan dari beratnya ibadah. Hadits tersebut juga mengandung
kesimpulan bahwa mengekspresikan kesenangan dalam hari raya termasuk bagian
dari syiar agama.”
Berdasarkan
pernyataan al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-‘Aini di atas, hadits al-Bukhari dari
Aisyah di atas, mengantarkan kita pada kesimpulan tentang disyariatkannya
menyemarakkan hari raya dengan aneka ragam hiburan, kue, makanan, baju baru,
menyalakan petasan (mercon) dan lain-lain untuk menyegarkan kembali tubuh kita
yang telah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Dari
semua paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa aneka ragam tradisi di Nusantara
pada saat-saat hari raya, bukanlah amaliah bid’ah yang dilarang dalam agama.
Tradisi-tradisi tersebut pada dasarnya pengejawantahan dari ajaran Islam yang
mensyariatkan umatnya untuk menyemarakkan hari raya dengan aneka ragam acara yang
dapat mengekspresikan syiar-syiar Islam dan suka cita. Wallahu a’lam.
Kadangpintar – online casino, bola games
BalasHapusKADANGPINTAR – 온카지노 online casino, deccasino bola games, bola, online slots, sports หารายได้เสริม betting, bola, sports betting, poker.