- Back to Home »
- hizbut tahrir »
- Membongkar Kesesatan Hizbuttahrir (Bag. 2)
Posted by : 'Asyirah Aswaja Sumut
Rabu, 27 Mei 2015
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله وكفى وسلام على عباده الذين
اصطفى وبعد،
يقولالله تعالى : "بل نقذف بالحق
على الباطل فيدمغه " الآية .
Sebagai pengamalan terhadap ayat ini
kami akan menyebutkan penjelasan ringkas dan memadai bagi kaum muslimin tentang
suatu kelompok yangtelah merubah agama dan menyebarkan kebatilan-kebatilan yang
dikenal dengan kelompok Hizbuttahrir, yang didirikan oleh seorang bernama
Taqiyuddinan-Nabhani. Ia mengaku ahli ijtihad, ia berbicara tentang agama
dengankebodohan, mendustakan al Qur’an, hadits dan ijma’ baik dalam
masalahpokok-pokok agama (Ushuluddin) maupun dalam masalah furu’.
Berikut ini adalah sebagiankecil
dari kesesatan-kesesatannya yang dibantah oleh orang yang memiliki hati yang
jernih.
********************************************************************
1. Allah ta'ala
berfirman :
(إنّاكلّ
شىء خلقناه بقدر)
Maknanya :"
Rasulullah shallallahu 'alayhi
wasallam bersabda:
"إنّ الله
صانع كل صانع وصنعته" رواه الحاكم والبيهقيّ
Maknanya: "Allah pencipta
setiap pelaku perbuatan dan perbuatannya" (H.R. al Hakim dan al
Bayhaqi)
Al Imam Abu Hanifah dalam alFiqh
al Akbar berkata: “Tidak sesuatupun di dunia maupun di akhirat terjadi
kecuali dengan kehendak, pengetahuan, penciptaan dan ketentuan-Nya”.Tentang
perbuatan hamba, beliau berkata: “Dan dia itu seluruhnya (segala perbuatan
manusia) dengan kehendak, pengetahuan, penciptaan dan ketentuan-Nya”.Inilah
aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Sedangkan Hizbuttahrirmenyalahi
aqidah ini. Mereka menjadikan Allah tunduk dan terkalahkan dengan terjadinya
sesuatu di luar kehendak-Nya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh pimpinan
mereka; Taqiyyuddin an-Nabhani dalam bukunya berjudul asy-Syakhshiyyahal
Islamiyyah, juz I, bagian pertama, hlm 71-72, sebagai berikut: "Segala perbuatan
manusia tidak terkait dengan Qadla Allah, karena perbuatan tersebut ia lakukan
atas inisiatif manusia itu sendiri dan dari ikhtiarnya. Maka semua perbuatan
yang mengandung unsur kesengajaan dan kehendak manusia tidak masuk dalam qadla'".
Dalam buku yang sama ia berkata[1]:"Jadi menggantungkan adanya pahala
sebagai balasan bagi kebaikan dansiksaan sebagai balasan dari kesesatan,
menunjukkan bahwa kebenaran dan kesesatan adalah perbuatan murni manusia itu
sendiri, bukan berasal dari Allah".Pendapat serupa juga ia ungkapkan
dalam kitabnya berjudul Nizham al Islam[2].
*********************************************************************
2.Ahl al Haqq sepakat bahwa
para nabi pasti memiliki sifat jujur, amanah dan kecerdasan yang sangat. Dari
sini diketahui bahwa Allah ta'ala tidak akan memilih seseorang untuk predikat
ini kecuali orang yang tidak pernah jatuh dalam perbuatan hina (Radzalah),khianat,
kebodohan, kebohongan dan kebebalan. Karena itu orang yang pernah terjatuh dalam
hal-hal yang tercela tersebut tidak layak untuk menjadi nabi meskipun tidak lagi
mengulanginya.
Para nabi juga terpelihara dari kekufuran,dosa-dosa besar juga
dosa-dosa kecil yang mengandung unsur kehinaan, baik sebelum mereka menjadi nabi
maupun sesudahnya. Sedangkan dosa-dosa kecil yang tidak mengandung unsur
kehinaan bisa saja seorang nabi. Inilah pendapat kebanyakan para ulama seperti
dinyatakan oleh beberapa ulama dan ini yang ditegaskan oleh al Imam Abu al Hasan
al Asy’ari --semoga Allah merahmatinya--.
Sementara Hizbuttahrir
menyalahi kesepakatan ini, mereka membolehkan seorang pencuri, penggali kubur
(pencuri kafan mayit),seorang homo seks atau pelaku kehinaan-kehinaan lainnya
yang biasa dilakukan oleh manusia untuk menjadi nabi.
Inilah di antara
kesesatanHizbuttahrir, seperti yang dikatakan pemimpin mereka, Taqiyyuddin
an-Nabhani dalam bukunya asy-Syakhshiyyah al Islamiyyah[3]:"…hanya saja kemaksuman para nabi dan
rasul adalah setelah mereka memiliki predikat kenabian dan kerasulan dengan
turunnya wahyu kepada mereka.Adapun sebelum kenabian dan kerasulan boleh jadi
mereka berbuat dosa sepertiumumnya manusia. Karena keterpeliharaan dari dosa
('Ishmah) berkaitan dengan kenabian dan kerasulan saja".
[1]Ibid, Juz I, Bag.Pertama, hlm. 74
[2]Kitab bernama Nizhamal Islam, hlm. 22
[3]Kitab bernama as-Sakhshiyyahal-Islamiyyah, Juz I, Bag. Pertama, hlm
120