- Back to Home »
- hizbut tahrir »
- Membongkar Kesesatan Hizbuttahrir (Bag. 5)
Posted by : 'Asyirah Aswaja Sumut
Rabu, 27 Mei 2015

َ"لأنْيُطْعَنَ
أحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَمَسَّامْرَأةً لاَ
تَحِلُّ لَهُ" (رَوَاهُالطّبَرَانـي فِي المُعْجَم الكَبِيْرِ مِنْ حَدِيْثِ
مِعْقَلٍ بْنِ يَسَارٍوَحَسّنَهُ الحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ وَنُورُ الدّيْن
الهَيْثَمِي وَالمُنْذِريوَغَيْرُهُمْ)
Maknanya : “Bila (kepala)
salah seorang dari kalian ditusuk dengan potongan besi maka hal itu benar-benar
lebih baik baginya daripada memegang perempuan yang tidak halal baginya".
(H.R. ath-Thabarani dalam al Mu'jam al Kabir dari hadits Ma'qil bin Yasar dan
hadits ini hasan menurut Ibnu Hajar,Nuruddin al Haytsami, al Mundziri dan
lainnya)
Pengertian al Mass dalam hadits ini
adalah menyentuh dengan tangan dan semacamnya sebagaimana dipahami oleh
perawi hadits ini, Ma'qil bin Yasar seperti dinukil oleh Ibnu Abi Syaibah
dalam kitab AlMushannaf.
Sedangkan Hizbuttahrir
menganggap hadits ath-Thabaranitersebut yang mengharamkan berjabatan tangan
dengan perempuan ajnabiyyah termasuk khabar Ahad dan tidak bisa dipakai untuk
menentukan suatu hukum.
Ini adalah bukti kebodohan
mereka. Bantahan terhadap mereka adalah pernyataan para ulama ushul fiqh yang
menegaskan bahwa hadits ahad adalah hujjah dalam segala masalah keagamaan
seperti dinyatakan oleh al Imam alushuli al mutabahhir Abu Ishaq asy-Syirazi.
Beliau menyatakan dalam bukunya at-Tabshirah : “(Masalah) Wajib beramal dengan
khabar ahad dalam pandangan syara’ “. Bahkan an-Nawawi dalam syarh shahih Muslim
menukil kehujjahan khabar ahad ini dari mayoritas kaum muslimin dari kalangan
sahabat, tabi’in dan generasi-generasi setelah mereka dari kalangan ahli hadits,
ahli fiqh dan ahli ushul fiqh. Kemudian ia membantah golongan Qadariyyah
Mu’tazilah yang tidak mewajibkan beramal dengan khabar ahad. Lalu an-Nawawi
mengatakan : “Dan Syara’ telah mewajibkan beramal dengan khabar ahad”.
Dengan demikian menjadi
jelas bahwa Hizbuttahrir sejalan dengan Mu’tazilah dan menyalahi Ahlussunnah.
Yang aneh, Hizbuttahrir telah berpendapat demikian, tetapi
dalam karangan-karangan mereka berdalil dengan hadits-hadits ahad yang
sebagiannya adalah dla’if. Mereka juga mengutip cerita-cerita dan atsar dari
buku-buku yang tidak bisa dijadikan rujukan dalam bidang hadits, tafsir. Bahkan
mereka telah berdusta atasRasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Dalam
majalah mereka Al Wa’ie, edisi 98, Tahun IX Muharram 1416 H mereka mengatakan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :
الساكتعن الحقّ شيطان أخرس
“Orang yang diam dan tidak menjelaskan kebenaran adalah
setan yang bisu”.
Kitakatakan
kepada mereka : Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah bersabda :
إنّ كذباعليّ ليس ككذب على أحد
Maknanya : “Sesungguhnya berdusta
atasku tidaklah seperti berdusta atas siapapun”.
Pernyataan di atas adalah perkataan
Abu ‘Ali ad-Daqqaq, seorang sufi besar seperti diriwayatkan oleh al Imam al
Qusyairi dalam ar-Risalah dan bukan perkataan Rasulullah. Ini juga
merupakan bukti akan kebodohan mereka bahkan dalam menukil hadits sekalipun. Maka hendaklah
kaum muslimin berhati-hati dan tidak tertipu oleh karangan-karangan mereka.
************************************************************************
9 . Rasulullah shallallahu’alayhi
wasallam bersabda dalam sebuah Hadits yang mutawatir :
وربحامل فقه إلى من هو أًفقه
منه""
Maknanya : “Seringkali terjadi
orang yang menyampaikan hadits kepada orang yang lebih memahaminya darinya"
Hadits ini menjelaskan bahwamanusia
terbagi dalam dua tingkatan :
Pertama : orang yang tidak
mampu beristinbath (menggali hukum dari teks-teks al Qur'an dan hadits)
dan berijtihad dan yang kedua : mereka yang mampu berijtihad. Karenanya kita
melihat ummat Islam, adadi antara mereka yang mujtahid (ahli ijtihad)
seperti Imam asy-Syafi'idan yang lain mengikuti (taqlid) salah seorang
imam mujtahid.
Sedangkan Hizbuttahrir, mereka
menyalahi hadits dan membuka pintu fatwa dengan tanpa ilmu dan tidak mengetahui
syarat-syarat ijtihad. Pernyataan-pernyataan Hizbuttahrir semacam ini banyak
terdapat dalam buku-buku mereka. Mereka mendakwakan bahwa seseorang apabila
sudah mampu beristinbath maka ia sudah menjadi Mujtahid, karena itulah ijtihad
atau istinbath mungkin saja dilakukan oleh semua orang dan mudah
diusahakan dan dicapai oleh siapa saja,apalagi pada masa kini telah tersedia di
hadapan semua orang banyak buku tentang bahasa Arab dan buku-buku
tentang syari'at Islam. Yang disebutkan ini adalah redaksi pernyataan mereka
(lihat kitab at-Tafkir,h. 149).
Pernyataan ini membuka pintu
untuk berfatwa tanpa didasari oleh ilmu dan ajakan kepada kekacauan dalam urusan
agama. Sedangkan yang disebut mujtahid adalah orang yang memenuhi syarat-syarat
ijtihad dan diakui oleh para ulama lain bahwa ia telah memenuhi syarat-syarat
tersebut. Sementara pimpinan Hizbuttahrir, Taqiyyuddin an-Nabhani tidak pernah
diakui oleh seorangpun di antara para ulama yang memiliki kredibilitas bahwa ia
telah memenuhi syarat-syarat ijtihad tersebut atau bahkanhanya mendekati
sekalipun. Jika demikian mana mungkin Taqiyyuddin menjadiseorang mujtahid ?!.
Seseorang baru disebut mujtahid jika ia memilikiperbendaharaan yang cukup
tentang ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum, mengetahui teks
yang 'Amm dan Khashsh, Muthlaqdan Muqayyad, Mujmal
dan Mubayyan, Nasikh dan Mansukh,mengetahui bahwa suatu hadits
termasuk yang Mutawatir atau Ahad,Mursal atau Muttashil, 'Adalah
para perawi hadits atau jarh,mengetahui pendapat-pendapat para ulama
mujtahid dari kalangan sahabat dan generasi-generasi setelahnya sehingga
mengetahui ijma' dan yang bukan,mengetahui qiyas yang Jaliyy,
Khafiyy, Shahih dan Fasid,mengetahui bahasa Arab yang merupakan
bahasa al Qur'an dengan baik, mengetahui prinsip-prinsip aqidah. Juga
disyaratkan seseorang untuk dihitung sebagai mujtahid bahwa dia adalah seorang
yang adil, cerdas dan hafal ayat-ayat dan hadits-hadits hukum.
**************************************************************************
10.Para Ulama Islam menjelaskan
dalam banyak kitab tentang definisi Dar alIslam dan Dar al Kufr.
Mayoritas Ulama mengatakan bahwa daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh kaum
muslimin kemudian keadaannya berubah sehingga orang-orang kafir menguasainya,
maka negeri tersebut tetap disebut negeri Islam (Dar al Islam ). Adapun
menurut Abu Hanifah bahwa daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh kaum muslimin
kemudian orang-orang kafir menguasainya, maka negeri itu berubah jadi Dar
Kufr dengan tigasyarat.
Adapun Hizbuttahrir menyalahi
seluruh Ulama, mereka menyebutkan dalam salah satu buku mereka Kitab Hizbuttahrir,
hlm. 17 pernyataan sebagai berikut : “Daerah-daerah yang kita tempati
sekarang ini adalah Dar Kufr sebab hukum-hukum yang berlaku adalah hukum-hukum
kekufuran. Kondisi ini menyerupai kota Mekkah, tempat diutusnya Rasulullah".
Pada bagian yang lain kitab
Hizbuttahrir, hlm. 32: “Dan dinegeri-negeri kaum muslimin sekarang tidak
ada satu negeri atau pemerintahan yang mempraktekkan hukum-hukum Islam dalam hal
hukum dan urusan-urusan kehidupan,karena itulah semuanya terhitung Dar Kufr
meskipun penduduknya adalah kaum muslimin".
Lihatlah wahai pembaca,bagaimana
berani mereka menyelewengkan ajaran agama ini dan menjadikan semuanegara yang
dihuni oleh kaum muslimin sebagai Dar Kufr termasuk Indonesia yang
merupakan negaradengan jumlah kaum muslim terbesar di dunia.