- Back to Home »
- hizbut tahrir »
- Membongkar Kesesatan Hizbuttahrir (Bag. 4)
Posted by : 'Asyirah Aswaja Sumut
Rabu, 27 Mei 2015
5. Nabi Shalallahu alayhiwassallam
bersabda:
"والرجل
زناها الخطا" رواه البخاريومسلم وغيرهما
Maknanya: "Zina kaki adalah melangkah (untuk
berbuat haram seperti zina)" (H.R. al Bukhari dan Muslim dan
lainnya). Al Imam an-Nawawi menuturkan dalam Syarh shahih Muslim bahwa
berjalan untuk berzina adalah haram. Sedangkan Hizbuttahrir telah mendustakan
Rasulullah Shalallahu alayhiwassallam dan menghalalkan yang haram .
Mereka mengatakan "tidaklah haram berjalan dengan tujuan untuk
berzina dengan perempuan atau berbuat mesum dengan anak-anak(Liwath), yang
tergolong maksiat hanyalah melakukan perbuatan zina dan Liwathnya saja“
. Selebaran tentang hal ini mereka bagi–bagikan di Tripoli-Syam
tahun 1969. Dan hingga kini kebanyakan penduduk Tripoli masih menyebutkan hal
ini, karena pernyataan tersebut menyebabkan kegoncangan,kerancuan dan
bantahan dari penduduk Tripoli.
******************************************************************
6. Islam menganjurkan 'iffah
(bersih dari segala perbuatan hina dan
maksiat) dan
kesucian diri, akhlak yang mulia, mengharamkan jabatan tangan antara
laki-laki dengan perempuan ajnabi dan menyentuhnya . Nabi bersabda :
"واليدزناها
البطش" رواه البخاري ومسلم وغيـرهما
Maknanya: "Zina tangan
adalah menyentuh"(H.R al Bukhari, Muslim dan lainnya). Dan dalam
riwayat Ahmad : "واليد زناها اللمس" serta dalam riwayat Ibnu Hibban
: "واليد زناؤها اللمس" . Sementara Hizbuttahrir mengajak kepada
perbuatan-perbuatan hina, mendustakan Rasulullah shallallahu ’alayhiwasallam
dan menghalalkan yang haram, di antaranya perkataan mereka tentang kebolehan
ciuman laki-laki terhadap perempuan yang ajnabi ketika saat
perpisahan atau datang dari suatu perjalanan. Demikian juga menyentuh,
berjalan untuk berbuat maksiat dan semacamnya.
Mereka menyebutkan halitu dalam selebaran mereka dalam bentuk soal jawab, 24
Rabiul Awwal 1390 H, sebagai berikut :
S : Bagaimana hukum ciuman dengan
syahwat beserta dalilnya?
J : Dapat dipahami dari
kumpulan jawaban yang lalu bahwa ciuman dengan syahwat adalah perkara yang
mubah dan tidak haram....karena itu kita berterus terang kepada masyarakat bahwa
mencium dilihat dari segi ciuman saja bukanlah perkara yang haram, karena
ciuman tersebut mubah sebab ia masuk dalam keumuman dalil-dalil yang membolehkan
perbuatan manusia yang biasa, maka perbuatan berjalan, menyentuh, mencium dengan
menghisap, menggerakkan hidung, mencium,mengecup dua bibir dan yang semacamnya
tergolong dalam perbuatan yang masuk dalam keumuman dalil.....makanya status
hukum gambar (seperti gambar wanita telanjang) yang biasa tidaklah haram tetapi
tergolong hal yang mubah tetapi negara kadang melarang beredarnya
gambar seperti itu. Ciuman laki-laki kepada perempuan di jalanan baik dengan
syahwat maupun tidak negara bisa saja melarangnya di dalam pergaulan umum.
Karena negara bisa saja melarang dalam pergaulan dan kehidupan umum beberapa hal
yang sebenarnya mubah. .... di antara para lelaki ada yang menyentuh baju
perempuan dengan syahwat, sebagian ada yang melihat sandal perempuan dengan
syahwat atau mendengar suara perempuan dari radio dengan syahwat lalu nafsunya
bergojolak sehingga zakarnya bergerak dengan sebab mendengar suaranya
secara langsung atau dari nyanyian atau dari suara–suara iklan atau dengan
sampainya surat darinya ......maka perbuatan-perbuatan ini seluruhnya disertai
dengan syahwat dan semuanya berkaitan dengan perempuan. Kesemuanya itu boleh,
kerena masuk dalam keumuman dalil yang membolehkannya.......". Demikian ajaran yang diikutioleh Hizbuttahrir, Na'udzu
billah min dzalika.
Mereka juga menyebutkan
dalam selebaran yang lain (Tanya Jawab tertanggal 8 Muharram 1390 H)
sebagai berikut :
"Barang siapa mencium orang yang tiba dari
perjalanan, laki-laki atau perempuan atau berjabatan tangan dengan laki-laki
atau perempuan dan dia melakukan itu bukan untuk berzina atau Liwath maka ciuman
tersebut tidaklah haram, karenanya baik ciuman maupun jabatan tangan tersebut
boleh".
Mereka juga mengatakan boleh bagi
laki-laki menjabat tangan perempuan ajnabi dengan dalih bahwa Rasulullah
–kata mereka- berjabatan tangan dengan perempuan dengan dalil hadits Ummi
'Athiyyah ketika melakukan bai’at yang diriwayatkan al Bukhari, ia berkata:
فقبضت امرأة منا يدها
Maknanya: "Salah seorang di
antara kita (perempuan-perempuan) menggenggam tangannya".
Mereka mengatakan : ini berarti bahwa
yang lain tidak menggenggam tangannya. Sementara Ahlul Haqq ,Ahlussunnah
menyatakan bahwa dalam hadits ini tidak ada penyebutan bahwa perempuan yang lain
menjabat tangan Nabi Shalallahu 'alayhi wasallam, jadi yang dikatakan
oleh Hizbuttahrir adalah salah paham dan kebohongan terhadapRasulullah. Jadi
hadits ini bukanlah nash yang menjelaskan hukum bersentuhnya kulit dengan kulit,
sebaliknya hadits ini menegaskan bahwa para wanita saat membaiat mereka memberi
isyarat tanpa ada sentuh-menyentuh di situ sebagaimana diriwayatkan oleh al
Bukhari dalam shahih-nya di bab yang sama dengan hadits Ummi 'Athiyyah. Hadits
ini bersumber dari 'Aisyah –semoga Allah meridlainya-ia mengatakan :
"كان
النبـيّ يبايع النساء بالكلام"
Maknanya: "Nabi membaiat para
wanita dengan berbicara" (H.R. al Bukhari)
'Aisyah juga mengatakan:
"لا والله
ما مسّت يده يد امرأة قطّ في المبايعة ، ما يبايعهنإلاّ بقوله قد بايعتك على
ذلك"
Maknanya: "Tidak, demi Allah
tidak pernah sekalipun tangan Nabi menyentuh tangan seorang perempuan ketika
baiat, beliau tidak membaiat para wanita kecuali hanya dengan mengatakan : aku
telah menerima baiat kalian atas hal-hal tersebut" (H.R.al Bukhari)
Lalu mereka berkata : "Cara melakukan
bai’at adalah dengan berjabatan tangan atau melalui tulisan. Tidak ada bedanya
antara kaum laki-laki dengan perempuan; Karena kaum wanita boleh berjabat tangan
dengan khalifah ketika baiat sebagaimana orang laki-laki berjabatan tangan
dengannya". (baca : buku al Khilafah,
hlm. 22-23dan buku mereka yang berjudul asy-Syakhshiyyah al Islamiyyah,
Juz II,bagian 3, hlm. 22-23 dan Juz III, hlm.107-108).
Mereka berkata
dalam selebaran lain (tertanggal 21 Jumadil Ula 1400 H/ 7 April 1980) dengan
judul : "Hukum Islam tentang jabatan tangan laki-laki dengan perempuan yang
ajnabi", setelah berbicara panjang lebar dikatakan sebagai berikut :
“Apabila kita memperdalam penelitian tentang hadits-hadits
yang dipahami oleh sebagian ahli fiqh sebagai hadits yangmengharamkan
berjabatan tangan, maka akan kita temukan bahwa hadits-hadits tersebut tidak
mengandung unsur pengharaman atau pelarangan".
Kemudian mereka mengakhiri tulisan
dalam selebaran tersebut dengan mengatakan :
"Yang telah dikemukakan tentang kebolehan berjabat
tangan (dengan lawan jenis) adalah sama halnya dengan mencium"
Pimpinan mereka juga berkata dalam
buku berjudul an-Nizham al Ijtima'i fi al Islam,hlm. 57 sebagai berikut
: “Sedangkan mengenai berjabat tangan, maka dibolehkan bagi laki-laki berjabatan
tangan dengan perempuan dan perempuan berjabatan tangan dengan laki-laki dengan
tanpa penghalang di antara keduanya".Dan ini menyalahi kesepakatan
para ahli fiqh. Ibnu Hibban meriwayatkan bahwaRasulullah bersabda:
"إنّي لا
أصافح النساء"
Maknanya: "Aku tidak akan
pernah menjabat tangan para wanita" (H.R. IbnuHibban)
IbnuManzhur dalam Lisan al 'Arab
mengatakan: "Baaya'ahu 'alayhimubaya'ah (membaiatnya): artinya berjanji
kepadanya. Dalam
haditsdinyatakan: ألاتبايعونـي على الإسلام ; tidakkah
kalian berjanji kepadaku untuk berpegang teguh dengan Islam. Jadi baiat adalah
perjanjian". Jadi tidaklah disyaratkan untuk disebut baiat secara
bahasa maupunistilah syara' bahwa pasti bersentuhan antara kulit dengan kulit,
tetap disebut baiat meskipun tanpa ada persentuhan antara kulit dengan kulit.
Ketika para sahabat membaiat Nabi pada Bai'at ar-Ridlwan dengan berjabat
tangan hanyalah untuk bertujuan ta'kid (menguatkan).Baiat kadang
juga dilakukan dengan tulisan.